DRAG BIKE MAGELANG, KECIL VS BATANK
Dragbike balap lurus aje itu,
lebih bagus dikendalikan remote control. Motor lebih ringan
tanpa beban joki. Tidak perlu pilih rangka titanium dan semacamnya. Pembalap
malah mengganggu duduk di joknya, bikin berat lari saja. Kan drag
berlomba soal ringan-ringanan. Ringan iris angin, ringan pula putaran mesin.
Itu sih khayalan, aturan drag bike Indonesia, tetap harus ada joki, dilarang
pakai remote. Hehehe, huus tidak lucu!
Maka joki-joki mungil laku di balap ini. Mirip
karapan sapi atau balapan kuda di kampung-kampung, joki 9 tahun dipaksa
menungganginya. Umur segitu berat maksimum paling 35 kg. Ada hubungan
melejitnya tiga joki di Mizzle Drag Bike 2012 (MDB) di Jl. Letnan Tukiat
Mungkid, Magelang, Jateng (17/6). Tapi yang ini menunggang kuda besi. Beda
triknya mengendalikan kuda makan rumput, maka rata-rata joki yang melejit di
MDM yang berperawakan kecil.
Seperti Muslih Wuri, Dwi Batank dan Hendra
Kecil. Dua nama terakhir jadi perhatian, karena unyil-unyil tapi
bisa ke depan. Hendra memang kecil. Ya, kecil umurnya dan kecil tubuhnya.
“Usianya 14 tahun. Bobotnya tidak sampai 40 kg. Basis dari otocross, pernah
ikut kejuarnas SE50 cc,” kenang Muslihun, ayah Hendra yang ’penggila’ adu kebut
yang asli Magelang.
Hendra disebut regenarasi dragbiker Jateng. Lebih khusus lagi
Magelang. Kota ini identik membakar ban di trek lurus. Semoga tidak berlanjut
membakar ban di balap haram alias liar. “Sirkuit Mungkid adalah ’arena’
legendarisnya,” nilai Edward Indiel dari Indiel Organiser peyelenggara event
tersebut.
Sekadar basa-basi, tapi tidak pernah basi.
Sama legendanya dengan kota Magelang soal cerita pilot pesawat tempur. Juga
penjenjangan pangkat awal perwira militer, di kota ini Akademi Angkatan
Bersenjata RI (AKABRI) berada. Tiga kilo meter di depannya, berdiri Candi Borubudur
yang melegenda seantero dunia, malah disebut keajaiban. Pendeknya, legenda
tempatnya, ajaib pula jokinya. Sayang, penulisnya belum punya gelar apa-apa,
standar, cui...
Beda hal dengan Dwi Batank, memulai karier
balap drag sejak 2008. Lebih berpengalaman memang. Tubuhnya yang mungil
membuatnya laku di bali alias balap liar, sebelum ikut arena resmi drag. “Jujur
badan mungil memang efesien. Berat tidak sampai 50 kg. Tinggi saya sama dengan
Dani Pedrosa,” kata Batank, sapaan akrab pembalap asal Semarang, Jateng ini.
Belakangan, Batank kayu itu, eh, salah ketik,
justru lebih dikenal di Gorontalo. Ya, di sana bersama tim Rengkong
Racing Team, aktif ikut balap lurus. ”Ada orang yang minta aku carikan pembalap
drag yang bagus di Jawa. Dwi Batank bukan nama yang salah,” ungkap Indiel
perihal awal mula Batank balap di sana.
0 komentar:
Post a Comment