Tuesday, November 6, 2012

DRAG BIKE MAGELANG, KECIL VS BATANK


DRAG BIKE MAGELANG, KECIL VS BATANK
 



Dragbike balap lurus aje itu, lebih bagus dikendalikan remote control. Motor lebih ringan tanpa beban joki. Tidak perlu pilih rangka titanium dan semacamnya. Pembalap malah mengganggu duduk di joknya, bikin berat lari saja. Kan  drag berlomba soal ringan-ringanan. Ringan iris angin, ringan pula putaran mesin. Itu sih khayalan, aturan drag bike Indonesia, tetap harus ada joki, dilarang pakai remote. Hehehe, huus tidak lucu!  
Maka joki-joki mungil laku di balap ini. Mirip karapan sapi atau balapan kuda di kampung-kampung, joki 9 tahun dipaksa menungganginya. Umur segitu berat maksimum paling 35 kg. Ada hubungan melejitnya tiga joki di Mizzle Drag Bike 2012 (MDB) di Jl. Letnan Tukiat Mungkid, Magelang, Jateng (17/6). Tapi yang ini menunggang kuda besi. Beda triknya mengendalikan kuda makan rumput, maka rata-rata joki yang melejit di MDM yang berperawakan kecil.
Seperti Muslih Wuri, Dwi Batank dan Hendra Kecil. Dua nama terakhir jadi  perhatian, karena unyil-unyil tapi bisa ke depan. Hendra memang kecil. Ya, kecil umurnya dan kecil tubuhnya. “Usianya 14 tahun. Bobotnya tidak sampai 40 kg. Basis dari otocross, pernah ikut kejuarnas SE50 cc,” kenang Muslihun, ayah Hendra yang ’penggila’ adu kebut yang asli Magelang.


Hendra disebut regenarasi dragbiker Jateng. Lebih khusus lagi Magelang. Kota ini identik membakar ban di trek lurus. Semoga tidak berlanjut membakar ban di balap haram alias liar. “Sirkuit Mungkid adalah ’arena’ legendarisnya,” nilai Edward Indiel dari Indiel Organiser peyelenggara event tersebut.
Sekadar basa-basi, tapi tidak pernah basi. Sama legendanya dengan kota Magelang soal cerita pilot pesawat tempur. Juga penjenjangan pangkat awal perwira militer, di kota ini Akademi Angkatan Bersenjata RI (AKABRI) berada. Tiga kilo meter di depannya, berdiri Candi Borubudur yang melegenda seantero dunia, malah disebut keajaiban. Pendeknya, legenda tempatnya, ajaib pula jokinya. Sayang, penulisnya belum punya gelar apa-apa, standar, cui...
Beda hal dengan Dwi Batank, memulai karier balap drag sejak 2008. Lebih berpengalaman memang. Tubuhnya yang mungil membuatnya laku di bali alias balap liar, sebelum ikut arena resmi drag. “Jujur badan mungil memang efesien. Berat tidak sampai 50 kg. Tinggi saya sama dengan Dani Pedrosa,” kata Batank, sapaan akrab pembalap asal Semarang, Jateng ini.  
Belakangan, Batank kayu itu, eh, salah ketik, justru lebih dikenal di  Gorontalo. Ya, di sana bersama tim Rengkong Racing Team, aktif ikut balap lurus. ”Ada orang yang minta aku carikan pembalap drag yang bagus di Jawa. Dwi Batank bukan nama yang salah,” ungkap Indiel perihal awal mula Batank balap di sana.

0 komentar:

Post a Comment